Senin, 24 Maret 2014

Tugas Kedua



Yasinta Permana Dewi
20130730040/EPI A

Kompetensi Sumber Daya Manusia

A.    Pengertian dan Karakteristik Kompetensi
Menurut Mitrani, Palziel and Fitt (1992:112), competency concept is not a new one. Organisasi industri psikologi Amerika, pergerakan tentang kompetensi telah dimulai pada tahun 1960 dan awal 1970. Menurut gerakan tersebut, banyak hasil studi yang menunjukan bahwa hasil test sikap dan pengetahuan, prestasi belajar di sekolah dan diploma tidak dapat memprediksikan kinerja atau keberhasilan dalam kehidupan.unsur-unsur tersebut sering menimbulkan bias terhadap minoritas, wanita, dan orang yang berasal dari strata sosioekonomi yang rendah.
Temuan tersebut telah mendorong dilakukan penelitian terhadap variabel kompetensi yang diduga meprediksikan individu dan tidak bias karena faktor rasial, jender dan sosio ekonomi. Oleh sebab itu beberapa prinsip yang perlu diperhatikan adalah :
1.      Membandingkan individu yang secara jelas berhasil didalam pekerjaanya dengan individu yang tidak berhasil.
2.      Mengidentifikasikan pola fikir dan perilaku individu yang berhasil.
Semua jenis kompetensi yang bersifat non-akademik seperti kemampuan menghasilkan ide-ide yang inovatif, management skill, kecepatan mempelajari jaringan kerja. Berhasil memprediksi kinerja individu dalam pekerjaannya. Menurut Clark (1997a:297), Competensy is a knowladge or know how for doing a effective job.

Sementara itu menurut Davis (1999:299) : Competency is a capability perspective and people knowledge, especialy to impact on ability for need in a business via minimize cost and optimalization services to customer more for less.
Menurut Mitrani, Palziel and fitt, (1992), Spencer & Spencer, (1993), competency define as people based characteristic and implication on job effetiveness. Kompetensi dapat dibagi atas dua (2) kategori yaitu “threshold” dan “differentiating” menurut kinerja yang digunakan memprediksikan kinerja suatu pekerjaan. (Spencer and Spencer, 1993) yaitu :
1. Threshold competencies adalah karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca) yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya.
2. Differentiting competencies adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.
Terkait dengan peran strategis sumber daya manusia, kompetensi dilakukan dengan pemahaman organisasi tentang peran sumber daya manusia yang semula people issues menjadi people related business issues.
Menurut Schuller, Walker (1990) people issues didefinisikan sebagai isu bisnis yang hanya dikaitkan dengan orang bisnis saja, (business competence is only business people), sebagai impilikasi kompetensi karyawan atau eksekutif sumber daya manusia cenderung kurang diakui, maka pemahaman tersebut berubah menjadi people relatede business issues (business competence is for every business people in the organization included human resources management people or executives). People related business issues disefinisikan sebagai persoalan bisnis yang selalu dikaitkan dengan peran serta aktif sumber daya manusia. Isu ini berkembanga oleh karena adanya tendensi seperti : people, service and profit, 100% customer service, challenge and opportunities, now lay off, guaranted for treatment, survey or feed back or action, promote for work, profitsharing and open door policy.
Tendensi-tendensi ini memiliki implikasi yang menuntut konstribusi aktif semua pihak, yang ada dalam organisasi, terutama karyawan sumber daya manusia. Peran sumber daya manusia akan semakin dihargai terutama dalam hal kompetensi sumber daya manusia, untuk pengelolaan bisnis. Pengahargaan terhadap kompetensi sumber daya manusia diperlukan karena akan mempengaruhi keefektifitasan kegiatan bisnis, the reward of human resources competency will impact on business activity effectiveness (Schuller dan Jackson, 1996). Sumber daya manusia yang dihargai akan bekerja dengan sepenuh hati untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi.
Hart (1999:368) menemukan 15 unsur dalam kompetensi para pegawai, yaitu:
1. The performance orientation (Orientasi pencapaian prestasi)
2. The analitical thinking (Pemikiran analitis)
3. To have ability in a uncertainty condition (Memiliki kemampuan dalam berhadapan dengan kondisi serba tidak pasti)
4. Decision Making (Pengambilan keputusan)
5. Leadership (Kepemimpinan)
6. Networking (Kerja jejaring)
7. Verbal Communication (Komunikasi lisan)
8. Self Stimuli and Inisiative (Dorongan pribadi dan inisiatif)
9. Kemampuan untuk membujuk
10. Perencanaan dan pengorganisasian
11. Kepedulian terhadap hal-hal yang bersifat politik
12. Kesadaran terhadap diri sendiri dan pengembangan diri
13. Kerja kelompok
14. Tingkatan pengetahuan dn keterampilan yang dimiliki
15. Komunikasi tertulis

Penelitian yang dilakukan oleh Gronroos dkk pada tahun 1990 dalam (Johnson, 1995:55a) menunjukan bahwa setidaknya terdapat 6 kriteria yang dipergunakan untuk mengukur tingkatan kualitas atas suatu pelayanan, masing-masing yaitu :
1. Profesionalisme dan keterampilan pegawai
2. Sikap dan perilaku
3. Aksesabilitas dan kelenturan
4. Kehandalan dan kepercayaan
5. Pemulihan atau recovery
6. Reputasi dan kredibilitas

Sementara itu, dari penelitian Mac Lean (1996:24) berhasil menemukan 4 dimensi kompetensi pribadi yang menjadi prasyarat bagi keberhasilan suatu entitas bisnis, yaitu :
1. Perencanaan secara optimal menyangkut kebutuhan untuk berprestasi dan penyusunan skala prioritas.
2. Melakukan pengelolaan tim kerja
3. Melakukan pengelolaan diri sendiri
4. Menggunakan kemampuan intelektual yang ada untuk melakukan pengambilan keputusan.

Menurut Mathis & Jackson (2001), competency is a base characteristic that correlation of individual and team performance acheivement. Kompetensi adalah karakteristik dasar yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu atau tim. Pengelompokan kompetensi terdiri dari pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan kemampuan (abilities). Kompetensi terlihat dan tersembunyi, mengilustrasikan bahwa ada kompetensi yang terlihat dan tersembunyi.
Pengetahuan, lebih terlihat, dapat dikenali oleh banyak organisasi dalam mencocokan orang terhadap pekerjaan. Keterampilan, walaupun sebagian dapat terlihat seperti keterampilan dalam membuat lembar pekerjaan keuangan, sebagian lain seperti keterampilan negoisasi dapat kurang teridentifikasi. Akan tetapi kompetensi tersembunyi berupa kecakapan, yang mungkin lebih berharga, yang dapat meningkatkan kinerja. Sebagai contoh, kompetensi untuk membuat konsep hubungan strategis dan untuk mengatasi konflik interpersonal, lebih sulit diidentifikasi dan dinilai.
Kompetensi yang ditetapkan di organisasi merupakan basis dari berbagai aspek pengembangan sumber daya yang dimiliki, yang dikondisikan sebagai upaya pendukung dalam pencapaian kinerja organsiasi, dengan keunggulan kinerja merupakan modal penting untk mengantar organisaasi mencapai tingkat keunggulan bersaing yang optimal dan efisien.

B.     Metodologi Analisis Kompetensi
Tidak seperti pendekatan tradisional untuk menganalisas pekerjaan, yang mengidentifikasikan tugas, pengetahuan, keterampilan yang berhubungan dengan suatu pekerjan, pendekatan kompetensi mempertimbangakan bagaimana pengetahuan dan keterampilan tersebut digunakan. Pendekatan kompetensi juga mencoba mengidentifikasikan faktor tersembunyi yang sering kali sangat penting untuk kinerja superior. Pendekatan kompetensi menggunakan beberapa metodologi untuk membantu supervisor mengidentifikasikan contooh-contoh dari apa yang mereka maksudkan dengan sikap dan bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi efektivitas kerja.
Menurut Mathis & Jackson beberapa metodologi tersedia dan digunakan untuk menentukan kompetensi, pada umumnya dengan “behavioral event interviews” yaitu terdiri dari proses sebagai berikut :
1. Suatu sistem senior manajer mengidentifikasikan bidang-bidang hasil kinerja masa depan yang penting untuk rencana strategis dan bisnis dari organisasi. konsep ini dapat lebih luas dari pada yang digunakan dimasa lampau.
2. Grup panel dibentuk, terdiri dari orang-orang yang berpengatahuan tentang pekerjaan-pekerjaan di organisasi tersebut. Grup ini dapat beranggotakan baik pegawai yang berkinerja rendah maupun tinggi, supervisor, manajer, trainer, dan lainnya.
3. Seorang fasilitator dari sumber daya manusia atau seorang konsultan luar mewawancarai anggota panel tersebut untuk mendapatkan contoh-contoh spesifik dari kelakuan pekerjaan dan kehadiran sebenarnya dalam pekerjaan. Selama wawancara orang-orang tersebut juga ditanyai tentang pikiran dan perasaannya selama setiap kejadian yang digambarkan.
4. Menggunakan kejadian-kejadian tersebut, sang fasilitator membuat uraian rinci dari setiap kompetensi. Fase deskriptif ini harus jelas dan spesifik, sehingga pegawai, supervisor, manajer dan lainnya dalam organsiasi mempunyai pengertian yang lebih jelas mengenai kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan.
5. Kompetensi-kompetensi tersebut diurutkan dan level yang dibutuhkan untuk mencapainya diidentifikasikan. Kemudian kompetensi dirincikan untuk setiap pekerjaan.
6. Akhirnya standar kinerja diidentifikasikan dan dihubungkan dengan pekerjaan. Proses seleksi, pelatihan, pendidikan dan kompetensi yang sesuai terfokus pada kompetensi ahrus dibuat dan diimplementasikan. Menurut Mathis & Jackson, kompetensi yang digunakan dalam organisasi bervariasi sekali.
C.     Penerapan Kompetensi Berdasarkan Fungsi Sumber Daya Manusia
Setiap oragansisi memiliki kompetensi yang berbeda, karena belum adanya peryaratan standar untuk menempati suatu posisi, serta penetuan pelatihan bagi sumber daya manusia belum sistematis maka aplikasi kompetensi diprioritaskan berdasarkan fungsi sumber daya manusia di organisasi.
Menurut Mitrani, Dalziel, Fitt (1992); Spencer & Spencer (1993), dari pemikiran para ahli dapat diidentifikasikan beberapa pokok pikiran tentang kualitas yang perlu dimiliki orang pada eksekutif (executives), manajer (managers), dan karyawan (employees) dalam penelitian ini yang dibahas adalah mengenai kompetensi tingkat personil (dosen).
Kompetensi karyawan/ dosen diperlukan untuk mengidentifikasi pekerjaan yang sesuai dengan prestasi yang diharapkan. Kompetensi tingkat karyawan/ dosen meliputi :
1.      Flexibility
Yaitu kemampuan untuk melihat perubahan sebagai suatu kesempatan yang menggembirakan ketimbang sebagai ancaman.
2.      Information seeking, motivation, and ability to learn
Yaitu kemampuan mencari kesempatan belajar tentang keahlian teknis dan interpersonal.
3.      Achievment motivation
Yaitu kemampuan berinovasi sebagai peningkatan kualitas, produktivitas.
4.      Work motivation under time pressure
Yaitu kemampuan menahan stres dalam organisasi, dan komitmen dalam menyelesaikan pekerjan.
5.      Collaborativeness
Yaitu kemampuan pegawai untuk bekerja secara kooperatif di dalam kelompok.
6.      Customer service orientation
Yaitu kemampuan melayani konsumen, mengambil inisiatif dalam mengatasi masalah yang dihadapi konsumen.

SDM Bank Syari'ah
Di Indonesia, sebagai negara muslim terbesar di dunia, telah muncul kebutuhan akan adanya bank yang melakukan kegiatannya berdasarkan prinsip syariah.
Perbankan syariah merupakan suatu organisasi Islam yang dalam praktek dan aktivitas manajemennya menerapkan prinsip-prinsip syariah. Perkembangan perbankan syariah memiliki konsekuensi terhadap peningkatan kebutuhan pasar tenaga kerja. Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI) jumlah tenaga kerja yang masuk di sektor perbankan syariah terus meningkat.  
Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber daya insani yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki pengalaman akademis maupun praktis dalam Islamic banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan memengaruhi produktifitas dan profesionalisme perbankan syariah itu sendiri. Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni mencetak sumber daya insani yang mampu mengamalkan ekonomi syariah disemua lini karena system yang baik tidak mungkin dapat berjalan bila tidak didukung oleh sumber daya insani yang baik pula. 
Adapun kunci sukses Sumber Daya Insani bank syariah:
a.       Takhalli (Tinggalkan yang buruk) 
b.      Tahalli (Isi dengan yang baik) 
c.   Tajali (Hiasi dengan yang indah)  
 Dalam perbankan syari;ah masih mengalami kekurangan SDM. Kekurangan mencapai 35 ribu tiap tahun menempati posisi operasional seperti account executive, marketung, dan lainnya. Permasalahan lain yang terjadi di perbankan syari;ah yaitu kurangnya kualitas kinerja para sumber daya manusianya. Masih banyak SDM bank syariah yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik dalam menjalankan operasional bank syariah. Tak jarang ditemui SDM bank syariah yang kurang bisa memberikan penjelasan yang benar dan akurat. Sehingga menimbulkan keraguan bagi calon nasabah untuk menggunakan produk dan layanan bank syariah. Bahkan penjelasan yang sembrono memunculkan anggapan keliru tentang bank syariah, sehingga akan memengaruhi pencitraan bank syariah.
Asbisindo sebagai asosiasi bank Islam juga mengakui, rendahnya mutu serta jumlah SDM di bidang perbankan atau lembaga keuangan syariah. Disampaikan oleh Sekretaris Umum Asosiasi Bank Islam Indonesia (Asbisindo), Bambang Sutrisno, pengaruh kurangnya pengembangan perbankan syariah disebabkan oleh terbatasnya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Tahun ini saja, bank syariah perlu menyediakan sekitar 14 ribu SDM , untuk mendukung pengembangan industri tersebut.
 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam etika, misalnya sifat amanah dan siddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Disamping itu, karyawan bank syariah harus skillful dan professional (fathanah), dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informas merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh). Demikian pula dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.



Rabu, 05 Maret 2014

Tugas Manajemen Bisnis Pak Gita

KINERJA BANK SYARIAH
TAHUN 2005-2009
Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah)
Indikasi
2005
2006
2007
2008
2009
Aset
20.880
28.722
36,537
49.555
66.090
DPK
15.584
20.672
28.011
36.852
52.271
Pembiayaan
15.270
20.445
27.944
38.198
46.886
FDR
97,76%
98,90%
99.76%
103.65%
89.70%
NPL
2,82%
4,75%
4,07%
3.95%
4.01%

Table di atas menunjukkan perkembangan indikasi-indikasi perbankan syariah. Perkembangan asset perbankan syariah meningkat sangat signifikan dari akhir tahun 2008 sampai dengan akhir tahun 2009 sebesar lebih dari 33.37 %. Penghimpunan dana dan pembiayaan mencapai peningkatan sebesar 41.84 % dan 22.74 %.
                     
Jika dilihat dari rasio pembiayaan yang disalurkan dengan besarnya dana pihak ketiga (DPK) yang dinyatakan dengan nilai Financing to Deposit Ratio (FDR), maka bank syariah memiliki rata-rata FDR sebesar 97.65 persen. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya, pada tahun 2008 Financing to Defosit Ratio perbankan syariah lebih dari 100 %. Tingginya tingkat FDR tersebut karena pembiayaan yang disalurkan selama bulan maret – November 2008 lebih besar dari Dana Pihak ketiga.
                                                           
Yang perlu di catat disini adalah, meskipun pembiayaan yang disalurkan lebih besar dari DPK, tetapi tingkat kegalalan bayar atau yang dinyatakan dalam Non Performing Financing (NPF) ternyata lebih sedikit dari periode tahun 2006-2007, yakni hanya sebesar 3.95%, masih dibawah batas ketentuan minimal sebesar 5 persen. Artinya bank syariah betul betul menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan dengan tidak mengabaikan prinsip kehati-hatian. Selain itu juga, secara keseluruhan perbankan syariah relatif lebih sehat.



Dinamika Rasio Keuangan CAR,LDR, NPL, BOPO, ROA, dan NPL Bank Umum Syariah dengan Bank Umum Konvensional di Indonesia RASIO
(%)
BANK UMUM SYARIAH
BANK UMUM KONVENSIONAL
2006
2007
2008
2009
2010
2006
2007
2008
2009
2010

CAR
13,73
10,67
12,81
10,77
16,7
21,27
19,30
16,76
17,42
17,18

LDR
98,90
99,76
103,65
89,70
87,60
61,56
66,32
74,58
72,88
75,21

NPL
4.75
4,05
4,17
4,01
6,50
6,07
4,07
3,20
3,31
2,56

BOPO
76.77
76,54
81,75
84,39
82,38
86,98
84,05
88,59
86,63
86,14

ROA
1.55
2.07
1.42
1.48
1,59
2,64
2,78
2,33
2,60
2,86



Descriptive Statistics Rasio Keuangan
Bank Umum Syariah dengan Bank Umum Konvensional di Indonesia RASIO
Bank Umum Syariah
Bank Umum Konvensional
Mean
Std.Dev
Mean
Std. Dev
CAR
11.9430%
1.56714%
16.9150%
3.40134%
LDR
86.0890%
6.63163%
55.5480%
7.09511%
NPL
3.2620%
2.36088%
1.3970%
1.66483%
BOPO
80.2210%
6.74711%
79.4810%
8.58912%
ROA
2.334%
1.3478%
2.126%
.8795%






4.4.1. Analisis Rasio CAR

Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa Bank Umum Syariah mempunyai rata-rata (mean) rasio CAR sebesar 11,943%, lebih kecil dibandingkan dengan mean rasio CAR Bank Umum Konvensional sebesar 16,915%. Hal itu berarti bahwa selama periode 2006-2010 Bank Umum Konvensional memiliki CAR lebih baik dibandingkan dengan Bank Umum Syariah, karena semakin tinggi nilai CAR maka akan semakin bagus kualitas permodalan bank tersebut. Akan tetapi, jika mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia bahwa standar CAR yang terbaik adalah 8%, maka Bank Umum Syariah masih berada pada kondisi yang ideal karena masih berada diatas ketentuan Bank Indonesia. Standar deviasi Bank Umum Syariah sebesar 1,56714 menunjukkan simpangan data yang relative kecil, karena nilainya yang lebih kecil daripada nilai mean-nya yaitu sebesar 11,9430. Standar deviasi Bank Umum Konvensional sebesar 3,40134 juga menunjukkan simpangan data yang relative kecil daripada nilai mean-nya, yaitu sebesar 16,9150. Dengan kecilnya simpangan data, menunjukkan bahwa data variabel CAR cukup baik.

4.4.2. Analisis Rasio LDR

Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa Bank Umum Syariah mempunyai rata-rata (mean) rasio LDR sebesar 86,089%, lebih besar dibandingkan dengan mean rasio LDR pada Bank Umum Konvensional sebesar 55,548%. Hal itu berarti bahwa selama periode 2006-2010 Bank Umum Syariah memiliki LDR lebih baik dibandingkan dengan Bank Umum Konvensional. Bank Umum Syariah memenuhi standar LDR terbaik dari Bank Indonesia, yaitu sebesar 85-110%, sedangkan Bank Umum Konvensional tidak memenuhi standar terbaik dari Bank Indonesia. Standar deviasi Bank Umum Syariah sebesar 6,63163 menunjukkan simpangan data yang relative kecil, karena nilainya yang lebih kecil daripada nilai mean-nya yaitu sebesar 86,0890. Standar deviasi Bank Umum Konvensional sebesar 7,09511 juga menunjukkan simpangan data yang relative kecil daripada nilai mean-nya, yaitu sebesar 55,5480. Dengan kecilnya simpangan data, menunjukkan bahwa data variabel LDR cukup baik.



4.4.3. Analisis Rasio NPL

Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa Bank Umum Syariah mempunyai rata-rata (mean) rasio NPL sebesar 3,262%, lebih besar dibandingkan dengan mean rasio NPL pada Bank Umum Konvensional sebesar 1,397%. Hal itu berarti bahwa selama periode 2006-2010 Bank Umum Konvensional memiliki NPL lebih baik dibandingkan dengan Bank Umum Syariah, karena semakin rendah nilai NPL maka akan semakin baik kualitas asset suatu bank Akan tetapi, jika mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia bahwa standar NPL yang terbaik adalah dibawah 5%, maka Bank Umum Syariah masih berada pada kondisi yang ideal karena masih berada pada ketentuan Bank Indonesia.. Standar deviasi Bank Umum Syariah sebesar 2,36088 menunjukkan simpangan data yang relative kecil, karena nilainya yang lebih kecil daripada nilai mean-nya yaitu sebesar 3,2620. Standar deviasi Bank Umum Konvensional sebesar 1,66483 juga menunjukkan simpangan data yang relative kecil daripada nilai mean-nya, yaitu sebesar 1,3970. Dengan kecilnya simpangan data, menunjukkan bahwa data variabel NPL cukup baik.
                                         

4.4.4. Analisis Rasio BOPO          

Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa Bank Umum Syariah mempunyai rata-rata (mean) rasio BOPO sebesar 80,221%, lebih besar dibandingkan dengan mean rasio BOPO pada Bank Umum Konvensional sebesar 79,481%. Hal itu berarti bahwa selama periode 2006-2010 Bank Umum Konvensional memiliki BOPO lebih baik dibandingkan dengan Bank Umum Syariah, karena semakin rendah nilai BOPO maka akan semakin baik kualitasnya. Akan tetapi, jika mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia bahwa standar BOPO yang terbaik adalah dibawah 92%, maka Bank Umum Syariah masih berada pada kondisi yang ideal karena masih berada pada ketentuan Bank Indonesia. Standar deviasi Bank Umum Syariah sebesar 6,74711 menunjukkan simpangan data yang relative kecil, karena nilainya yang lebih kecil daripada nilai mean-nya yaitu sebesar 80,2210. Standar deviasi Bank Umum Konvensional sebesar 8,58912 juga menunjukkan simpangan data yang relative kecil daripada nilai mean-nya, yaitu sebesar 79,4810. Dengan kecilnya simpangan data, menunjukkan bahwa data variabel BOPO cukup baik.


4.4.5. Analisis Rasio ROA

Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa Bank Umum Syariah mempunyai rata-rata (mean) rasio ROA sebesar 2,33%, lebih besar dibandingkan dengan mean rasio ROA pada Bank Umum Konvensional sebesar 2,126%. Hal itu berarti bahwa selama periode 2006-2010 Bank Umum Syariah memiliki ROA lebih baik dibandingkan dengan Bank Umum Konvensional, karena semakin tinggi nilai ROA maka akan semakin baik kualitasnya. Akan tetapi, jika mengacu pada standar ROA dari Bank Indonesia yaitu sebesar 1,5%, maka Bank Umum Syariah masih berada dalam kondisi ideal. Standar deviasi Bank Umum Syariah sebesar 1,3478 menunjukkan simpangan data yang relative kecil, karena nilainya yang lebih kecil daripada nilai mean-nya yaitu sebesar 2,334. Standar deviasi Bank Umum Konvensional sebesar 0,8795 juga menunjukkan simpangan data yang relative kecil daripada nilai mean-nya, yaitu sebesar 2,126. Dengan kecilnya simpangan data, menunjukkan bahwa data variabel ROA cukup baik


fernanda ayu 
meuthia nabila
wulan mufitasari
yasinta permana